DimensiNews.co.id, JAKARTA- Kemenko Perekonomian telah menunjuk Ruangguru sebagai aplikator Kartu Prakerja dengan nilai proyek sebesar Rp 5,6 triliun.
Namun, hal ini menjadi sorotan publik karena proyek tersebut diberikan kepada perusahaan milik Staf Khusus Presiden Jokowi, Adamas Belva Syah Devara. Publik menilai poyek tersebut sarat nuansa nepotisme.
Mantan Sekretaris BUMN, Said Didu mengaku terkejut dengan pemberian proyek senilai Rp 5,6 triliun ke perusahaan yang pemiliknya saat ini telah menjadi pejabat publik.
Said Didu mengatakan, baru kali ini nampak telanjang ada etika konflik kepentingan yang terjadi saat ini selama 32 tahun dirinya menjabat menjadi pejabat publik.
“Baru pertama kali ini saya melihat dipertontonkan secara terbuka nepotisme terjadi di ruang istana secara terbuka. Ini sangat telanjang memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan perusahaan orang Istana,” kata Said, Kamis (16/4).
Said Didu menilai pemberian proyek pemerintah ke prusahaan milik Stafsus Presiden jelas melanggar etika pejabat publik. Lebih jauh, ia menegaskan bahwa dalam jabatan, etika itu posisinya di atas hukum.
Seorang pejabat publik, kata Said Didu, harus mampu menjaga mandat rakyat dari hal-hal yang diduga bernuansa kepentingan pribadi.
“Etika itu di atas hukum, saya kasih contoh, saya kedatangan tamu saya penguasa menyewa mobil dari saudara saya, itu sudah melanggar etika, pejabat publik itu diikat oleh dua hal hukum dan etika, kecuali bukan pejabat publik, kalau di luar ya nggak masalah silakan saja dapat proyek,” demikian kata Said.
Ia menduga terjadi praktik nepotisme antara pemerintah dan oknum Stafsus pemenang megaproyek di tengah pandemik Corona. Diduga modus yang dilakukan dengan menyesuaikan spesifikasi perusahaan yang layak mendapatkan proyek dari Kemenko Perekonomian sebagai leading sector Kartu Pra Kerja.
“Prosedurnya sepertinya sudah ada kongkalikong spesifikasi kerja. Misalnya, mau beli motor spesifikasinya disesuaikan akan dimenangkan Yamaha, setelah tender yang menang yamaha, itu melanggar hukum, penyesuaian spesifikasi kerja yang dibiayai negara itu sudah melanggar hukum. Ini sangat kelihatan sudah disesuaikan,” pungkasnya.