JAKARTA — Kasus dugaan praktik prostitusi dan aktivitas asusila di sebuah tempat hiburan di Jakarta Barat, Lariz Klasik Massage, semakin menegaskan bahwa pengawasan dan penindakan aparat di wilayah ini masih sangat lemah. Padahal, regulasi daerah telah dibuat demi menjaga norma sosial dan melindungi masyarakat dari praktik-praktik tercela yang melanggar hukum.
Tempat hiburan yang terletak di Jalan Mangga Besar No. 42 ini, seolah kembali memperlihatkan betapa lemahnya pengawasan terhadap bisnis hiburan yang berpotensi menjadi kedok praktik kejahatan. Investigasi media mendalam yang dilakukan secara eksklusif mengungkap kronologi mencurigakan yang melibatkan penawaran paket layanan seksual yang sangat vulgar melalui komunikasi langsung di WhatsApp.
Dalam komunikasi tersebut, admin Lariz Klasik Massage menawarkan paket “petik mangga” dan “hand job” secara terbuka, lengkap dengan tarif menggelikan dan penjelasan opsi paket threesome termasuk penggunaan alat kontrasepsi sendiri. Bahkan, penawaran ini dilakukan dengan nada yang sangat terbuka dan tidak terselubung, menunjukkan bahwa praktik ini sudah berjalan secara sistematis dan terstruktur.
“Kalau mau langsung tembak atau threesome, juga bisa. Kalau bawa kondom sendiri, kita pakai merek 001,” ujar admin melalui pesan elektronik, mempertegas niat dan praktik pelanggaran norma serta hukum daerah yang berlaku.
Lebih memprihatinkan lagi, promosi tersebut tidak hanya disebarluaskan secara privat, tetapi juga secara terbuka melalui akun media sosial seperti TikTok dan Instagram. Keberadaan iklan semacam ini jelas melanggar ketentuan norma susila dan regulasi daerah, namun nyatanya masih tetap beredar tanpa ada tindakan nyata dari petugas berwenang.
Hingga hari ini, belum ada tanggapan resmi dari manajemen Lariz Klasik Massage maupun Suku Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Jakarta Barat terkait temuan tersebut. Padahal, berdasarkan aturan daerah, praktik semacam ini secara tegas melanggar Pasal 42 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, yang melarang keras semua bentuk praktik prostitusi di tempat usaha hiburan.
Selain itu, Peraturan Gubernur No. 18 Tahun 2018 mengatur bahwa jasa relaksasi harus berorientasi pada layanan kesehatan dan relaksasi, bukan aktivitas seksual yang melanggar norma sosial dan agama. Pelanggaran terhadap aturan ini tidak hanya mencerminkan ketidakmampuan pengawasan, tetapi juga memperlihatkan justamente kacau dan tidak berwibawanya pejabat terkait.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) LSM Pemerhati Penegakan Hukum dan Keadilan DKI Jakarta, Awy Eziary, menyampaikan kritik tajam: “Ini adalah bukti bahwa pengawasan di wilayah Jakarta Barat terlalu lemah. Pejabat terkait harusnya berani bertindak tegas, bukan malah membiarkan praktik-praktik haram ini terus berlangsung, yang berisiko besar merusak moral masyarakat, terutama generasi muda kita.”
Awy menambahkan bahwa penegakan aturan harus dilakukan secara konsisten dan tegas. Ia mengingatkan, apabila hal ini tidak ditangani secara serius, kota Jakarta akan semakin terseret ke dalam ekosistem praktik asusila yang merusak citra dan nilai budaya bangsa.
“Dunia usaha harus menjunjung tinggi norma dan etika, bukan justru dijadikan kedok praktik ilegal. Suku Dinas Pariwisata dan Satpol PP harus mampu memastikan tidak ada ruang bagi bisnis yang melanggar norma di wilayah ini,” tegasnya.
Kasus Lariz Klasik Massage harus menjadi panggilan bagi semua pihak untuk menegakkan aturan secara ketat. Pengawasan dan penindakan tegas merupakan kunci utama agar praktik yang merusak moral dan merusak tata tertib sosial tidak terus berlangsung. Jika tidak, ancaman kerusakan moral masyarakat dan pencemaran citra Kota Jakarta akan semakin sulit dihindari.
Pemerintah, aparat penegak hukum, serta seluruh elemen masyarakat harus bersatu menegakkan norma dan aturan daerah demi menjaga ketertiban dan moralitas di ibukota.**(ren)