SEMARANG- Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Jawa Tengah menetapkan penempatan khusus (patsus) terhadap AKBP B (56), saksi kunci dalam kasus kematian DLV (35), dosen Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang. DLV ditemukan tewas di sebuah kos-hotel (kostel) di kawasan Gajahmungkur, Kota Semarang, saat tengah menginap bersama perwira polisi tersebut.
Kabid Propam Polda Jateng, Kombes Saiful Anwar, menyampaikan bahwa hasil pemeriksaan awal yang digelar pada Rabu (19/11) petang mengarah pada adanya dugaan pelanggaran kode etik.
“AKBP B diduga melakukan pelanggaran kode etik berupa tinggal bersama seorang wanita berinisial DLV tanpa ikatan perkawinan yang sah,” ujar Saiful dalam keterangan tertulis, Kamis (20/11).
Penempatan khusus tersebut berlaku sejak 19 November hingga 8 Desember 2025. Saiful menegaskan langkah ini merupakan bentuk penegakan disiplin sekaligus memastikan proses pemeriksaan berlangsung objektif dan profesional.
“Patsus adalah bagian dari prosedur agar pemeriksaan berjalan transparan dan sesuai ketentuan. Tidak ada pengecualian dalam proses ini,” tegasnya.
Ia menambahkan, Polda Jateng berkomitmen menindak tegas setiap pelanggaran yang dilakukan anggota Polri, tanpa memandang pangkat maupun jabatan.
Kronologi Kematian Dosen Untag Semarang
DLV ditemukan meninggal dunia pada Senin (17/11) pagi. Korban diketahui sudah dua tahun menghuni kostel tersebut dan pada malam sebelum wafat sempat meminta tubuhnya dilumuri minyak kayu putih kepada AKBP B yang menginap bersamanya.
Korban memiliki riwayat penyakit, termasuk tekanan darah sangat tinggi mencapai 190 dan gula darah hingga 600. Pada pagi harinya, DLV ditemukan telentang tanpa busana di lantai kamar dalam kondisi sudah tidak bernyawa.
Pria yang bersamanya—yang belakangan diketahui adalah anggota Polri—langsung melapor ke Polsek Gajahmungkur.
Pihak kepolisian memastikan tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban. Hanya terlihat bekas infus dari perawatan medis beberapa hari sebelumnya.
Kasat Reskrim Polrestabes Semarang, AKBP Andika Dharma Sena, membenarkan bahwa keluarga meminta dilakukan autopsi untuk memastikan penyebab kematian.*
















