JAKARTA — Vihara Hemadhiro Mettavati di Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, menjadi titik perhatian publik pada peringatan Hari Pahlawan 2025, Jumat (14/11/2025). Ratusan peserta dari unsur pemerintah, Polri, TNI, Kejaksaan, tokoh agama, organisasi masyarakat, LSM, hingga insan pers memenuhi arena Dialog Kebangsaan bertema “Membangun Kesadaran Hukum, Kerukunan, dan Toleransi dalam Bingkai Kebangsaan” yang digagas PWI Pokja Kepolisian Jakarta Barat. Forum ini menjadi salah satu kegiatan lintas-elemen terbesar di Jakarta pada momentum Hari Pahlawan tahun ini.
Wakapolres Metro Jakarta Barat, AKBP Dr. Tri Suhartanto, memantik perhatian melalui pernyataannya yang dinilai sebagai alarm keras bagi publik. Ia membeberkan temuan kasus pelajar SMA yang belajar merakit bom dari internet untuk membalas bullying di sekolah.
“Ketika anak lebih banyak mengurung diri dengan ponsel, itu tanda bahaya. Gagalnya literasi digital telah berubah menjadi ancaman nyata,” ujarnya, menegaskan peran keluarga sebagai benteng awal pencegah radikalisasi remaja.
Dari unsur Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Barat, Asisten Pemerintahan Holli Susanto menyampaikan apresiasi atas inisiatif PWI Pokja Kepolisian. Ia menilai dialog semacam ini penting untuk memperkuat sinergi antara pemerintah, pers, dan masyarakat.
“Kami berharap Pokja PWI Jakarta Barat terus bersinergi dengan Pemkot dalam menjaga harmoni sosial dan kesadaran hukum,” katanya.
Sorotan serupa disampaikan perwakilan Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Kurniawan dari bidang Pidana Khusus (Pidsus). Ia mengungkapkan bahwa mayoritas perkara yang masuk dari kepolisian justru melibatkan pelajar.
“Anak-anak ini menyimpan golok di sekitar sekolah, lalu pulang langsung eksekusi tawuran. Budaya kekerasan ini harus dihentikan,” tegasnya.
Dari jajaran TNI, Mayor Arh. Wahyu Suko Sarongko, mewakili Dandim 0503 Jakarta Barat, menyebut tema dialog tersebut sebagai “tema setengah dewa” karena menyentuh persoalan fundamental bangsa: kesadaran hukum, toleransi, kerukunan, dan nilai kebangsaan.
“Tidak cukup dengan imbauan seremonial. Bangsa dijaga oleh kolaborasi lintas institusi, bukan kerja sektoral,” ujarnya.
Ketua PWI DKI Jakarta, Kesit Budi Handoyo, turut mengingatkan pentingnya profesionalisme pers di tengah derasnya arus hoaks.
“Media sosial cepat, tetapi tidak terverifikasi. Jurnalistik adalah cek dan ricek. Tanpa pers yang berkualitas, masyarakat akan ditelan kebohongan,” ucapnya.
Ketua PWI Pokja Kepolisian Jakarta Barat, Teuku Faisal, menegaskan bahwa pers kini memikul tanggung jawab besar dalam menjaga akal sehat publik.
“Dialog ini bukan seremoni. Ini gerakan perlawanan terhadap melemahnya kesadaran hukum, pudarnya toleransi, dan banjir informasi sesat. Pers tidak boleh pasif,” katanya.
Acara ditutup dengan deklarasi bersama seluruh narasumber dan peserta: menjadikan Hari Pahlawan sebagai momentum aksi nyata, bukan sekadar ritual tahunan. PWI Pokja Kepolisian Jakarta Barat menyatakan bahwa “Gerakan Nasional Kesadaran Hukum” resmi digelorakan dari Jakarta Barat dan akan diperluas ke berbagai daerah sebagai kontribusi konkret dalam menjaga persatuan bangsa di tengah derasnya tantangan era digital.*
















