JAKARTA – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menyatakan kesiapan menggugat Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UU KUHAP) yang baru disahkan DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu, koalisi juga membuka kemungkinan membawa persoalan tersebut ke badan HAM PBB International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) apabila pemerintah tidak segera merespons tuntutan mereka.
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, mengatakan langkah internasional tersebut menjadi opsi apabila Presiden Prabowo Subianto tidak mengambil tindakan untuk membatalkan atau merevisi pasal-pasal yang dianggap bermasalah dalam KUHAP baru.
“Iya, tapi kan nanti dulu,” ujar Isnur saat dikonfirmasi ulang terkait rencana pelaporan ke PBB usai konferensi pers di Gedung YLBHI, Jakarta, Sabtu (22/11).
Menurut Isnur, fokus utama koalisi saat ini ialah mendesak Presiden Prabowo untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) yang membatalkan pemberlakuan KUHAP tersebut.
“Kalau Prabowo mengeluarkan Perpu dan membatalkan undang-undang, melakukan revisi, tentu kami juga mempertimbangkan menunda laporan ke internasional,” kata Isnur.
Sementara itu, Wakil Direktur sekaligus peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati, memaparkan bahwa koalisi menemukan setidaknya 48 permasalahan dalam UU KUHAP yang baru. Salah satunya adalah kesalahan rujukan pasal yang dinilai berpotensi menimbulkan kekacauan dalam implementasi di lapangan.
Maidina juga menyoroti jarak waktu yang sangat singkat antara pengesahan dan pemberlakuan undang-undang tersebut. DPR mengesahkan KUHAP baru pada pekan ini, sementara undang-undang dijadwalkan mulai berlaku pada awal Januari 2026.
“Dengan banyaknya masalah yang ditemukan, masa transisi ini terlalu sempit bagi aparat penegak hukum dan publik untuk beradaptasi,” ujarnya.
Koalisi menilai bahwa sejumlah ketentuan dalam KUHAP yang baru justru dapat melemahkan perlindungan hukum bagi warga negara dan mengancam prinsip-prinsip hak asasi manusia. Karena itu, mereka mendesak pemerintah untuk mengambil langkah cepat dan tepat sebelum undang-undang tersebut resmi diberlakukan.*
















