JAKARTA – Seperti dinyatakan oleh Program Lingkungan PBB atau UNEP (United Nations Environment Programme), saat ini kita sedang menghadapi triple planetary crisis yang meliputi perubahan iklim, pencemaran dan sampah/limbah, serta degradasi alam dan keanekaragaman hayati.
Tahun 2022 ini juga dunia dihadapkan pada krisis energi dan pangan sebagai akibat COVID-19, perang Rusia-Ukraina, serta akibat dampak maupun kegagalan upaya menghadapi perubahan iklim. Situasi ini membutuhkan kolaborasi yang kuat pengambil kebijakan dan akademisi, sehingga dapat dihasilkan kebijakan berbasis sains untuk inovasi dan solusi.
Namun demikian, salah satu masalah utamanya yang dihadapi adalah kolaborasi antar dan lintas akademisi saja juga masih minim, demikian dikatakan Mahawan Karuniasa, Ketua Umum Ikatan Alumni Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (ILUNI SIL UI) dalam acara Green Campus di Universitas Indonesia yang diselenggarakan secara online, Sabtu 10 September 2022.
Hadir juga dalam acara yang diselenggarakan Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia tersebut, tokoh lingkungan Emil Salim dan Wakil Menteri KLHK Alue Dohong. Emil Salim menyampaikan pesan bahwa sangat mungkin dengan teknologi aktivitas manusia dapat seimbang dengan alam.
Sedangkan dalam sambutannya, Alue Dohong menyampaikan banyak tantangan lingkungan hidup, dan perubahan iklim menjadi salah satu isu utamanya, perlu pendekatan pentahelix yang tentunya menempatkan pentingnya peran akademisi untuk mendukung upaya bersama menghadapi berbagai tantangan lingkungan hidup.
Untuk membangun kemitraan yang kuat antara akademisi dan pengambil kebijakan, tidak hanya pemerintah yang perlu lebih membuka diri, sebaliknya akademisi juga perlu lebih aktif dalam pengabdian masyarakat, kata Mahawan Karuniasa.