Dugaan Pungli Berkedok Infaq, Pungutan Rp 1,5 Juta di MTs Negeri Purwakarta Dianggap Menyesatkan

  • Bagikan

PURWAKARTA – Dunia pendidikan kembali tercoreng. Kali ini, dugaan praktik pungutan liar menyeruak di lingkungan MTs Negeri Purwakarta, Jawa Barat.

Berdasarkan penelusuran wartawan, setiap siswa diduga dibebani pungutan sebesar Rp1.500.000, yang dibayarkan secara bertahap dalam jangka waktu enam bulan.

Menariknya, pungutan ini tidak dikemas sebagai iuran resmi, melainkan disebut sebagai “infak”, hasil musyawarah antara pihak komite madrasah dan orang tua siswa.

Meski demikian, publik mempertanyakan legalitas dan etika pungutan tersebut, apalagi dilakukan di lembaga pendidikan negeri yang seharusnya bebas biaya.

Melanggar Aturan, Bungkus “Infak” Tidak Membenarkan Paksaan

Menurut regulasi yang berlaku, praktik pungutan semacam ini jelas melanggar hukum. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional secara tegas menyatakan bahwa pembiayaan pendidikan di satuan pendidikan negeri menjadi tanggung jawab pemerintah.

BACA JUGA :   Satgas TMMD 110 Bojonegoro Bersiap-Siap Untuk Pemindahan Rumah

Selain itu, Peraturan Menteri Agama No. 16 Tahun 2020 tentang Komite Madrasah melarang komite melakukan pungutan, dan hanya memperbolehkan sumbangan bersifat sukarela dari masyarakat, tanpa paksaan dan tidak boleh ditentukan nominal maupun waktunya.

Prinsip yang sama juga tertuang dalam Permendikbud No. 75 Tahun 2016 untuk sekolah-sekolah di bawah Kemendikbudristek.

“Hal seperti ini malah makin keliru,” tegas Agus M. Yasin, Sekretaris Komunitas Pendamping dan Pengayom Pendidikan (KP3) saat ditemui wartawan di Purwakarta, Rabu (8/10/2025).

Menurutnya, infak dalam terminologi syariah maupun sosial adalah sumbangan sukarela.

“Infak tidak mewajibkan nominal dan waktunya. Ini pengeluaran yang dilakukan demi kebaikan dan kemaslahatan umum, bukan kewajiban yang dipatok angkanya,” ujar Agus.

BACA JUGA :   BPBD Terima Kunjungan Pembelajaran Luar Kelas SDIP Insan Robbani Tigaraksa

Ia pun mengingatkan masyarakat agar mewaspadai praktik pungutan berkedok sumbangan, apalagi jika diklaim telah melalui musyawarah komite.

“Jangan sampai istilah ‘infak’ dijadikan alat pembenar pungutan yang sebenarnya bersifat wajib,” tegasnya.

Orang Tua Diminta Berani Melapor

Agus juga mendorong orang tua siswa dan masyarakat umum agar tidak ragu melaporkan kejadian serupa kepada otoritas terkait.

“Jika di sekolah umum, bisa ke Dinas Pendidikan. Kalau di madrasah, laporkan ke Kemenag setempat. Bila laporan diabaikan, masyarakat bisa menggunakan saluran hukum atau Ombudsman,” imbuhnya.

Hingga berita ini diturunkan, pihak redaksi masih berupaya mengkonfirmasi kepala madrasah, ketua komite, dan pejabat di lingkungan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Purwakarta untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut mengenai dasar kebijakan pungutan tersebut.

BACA JUGA :   Ketua LSM GBR Kabupaten Bekasi Soroti Pemutusan Listrik Pada Diskominfo

Jika dugaan pungutan liar ini terbukti, maka praktik seperti ini bukan hanya mencederai prinsip keadilan dalam pendidikan, namun juga berpotensi melanggar hukum dan etika pengelolaan dana publik.*(AsBud)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses