Di Balik Proyek Strategis Nasional, Komnas HAM Temukan 114 Dugaan Pelanggaran HAM

  • Bagikan
Ilustrasi suasana sidang di gedung MK. (Foto: Dok. Antara/Dhemas Reviyanto)

JAKARTA — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan telah menerima 114 aduan dugaan pelanggaran HAM terkait pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam tiga tahun terakhir.

Temuan ini disampaikan oleh Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Saurlin P. Siagian, dalam sidang uji materi Undang-Undang Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (7/10/2025).

“Terdapat setidaknya 114 pengaduan terkait PSN hanya dalam tempo tiga tahun terakhir yang mengandung dugaan pelanggaran hak asasi manusia,” ujar Saurlin di hadapan majelis hakim konstitusi.

Pola Pelanggaran Berulang: Penggusuran, Kriminalisasi, dan Kerusakan Lingkungan

Saurlin menjelaskan, berbagai kasus yang dilaporkan menunjukkan pola pelanggaran yang berulang. Komnas HAM mencatat dugaan penggusuran paksa, kompensasi tidak layak, kriminalisasi warga, hingga degradasi lingkungan hidup.

Beberapa konflik yang mencuat akibat pelaksanaan PSN antara lain terjadi di Wadas (Jawa Tengah), Rempang (Kepulauan Riau), Mandalika (NTB), program food estate di Papua Selatan, serta Kawasan Industri Morowali (Sulawesi Tengah).

“Semua kasus ini memiliki pola serupa: keputusan proyek diambil secara top-down, minim konsultasi bermakna, dan pengamanan berlebihan yang justru memicu konflik,” kata Saurlin.

BACA JUGA :   Pencuri Spesialis Congkel Ban Serep Mobil,Tak berkutik Diringkus Polsek Kembangan

Komnas HAM juga menemukan indikasi pengabaian prosedur konsultasi publik, dokumen AMDAL hanya bersifat administratif, serta pelibatan aparat keamanan secara berlebihan yang menekan perbedaan pendapat warga. Akibatnya, muncul dampak sosial dan ekonomi yang memperparah kerentanan masyarakat di sekitar lokasi proyek.


Enam Temuan Utama Komnas HAM terhadap PSN

Berdasarkan hasil pemantauan dan investigasi lapangan, Komnas HAM menyimpulkan sejumlah temuan penting:

  1. Norma PSN dalam UU Cipta Kerja dinilai kabur dan bertentangan dengan prinsip negara hukum serta asas kepastian hukum.
  2. Pelaksanaan PSN terbukti menimbulkan pelanggaran konstitusional, termasuk hak atas lingkungan hidup yang sehat, hak atas rasa aman, dan hak atas properti.
  3. Model tata kelola PSN yang bersifat top-down dinilai tidak ramah HAM serta meniadakan partisipasi publik.
  4. Terdapat kesenjangan besar antara tujuan normatif dan praktik di lapangan, yang justru menimbulkan konflik sosial dan kriminalisasi warga.
  5. PSN berkontribusi pada kerusakan lingkungan serius karena instrumen perlindungan lingkungan tidak dijalankan secara efektif.
  6. Pelibatan aparat keamanan secara berlebihan dalam proyek-proyek PSN mengancam prinsip penghormatan dan perlindungan HAM.
BACA JUGA :   SD Negeri 22 Wai Serdang Selenggarakan Pesantren Kilat 

Komnas HAM juga menyoroti hilangnya akses masyarakat adat terhadap tanah dan budaya, yang mengancam identitas kultural dan keberlanjutan komunitas adat di berbagai wilayah.


Rekomendasi Komnas HAM: MK Diminta Korektif dan Preventif

Dalam sidang di MK, Komnas HAM menyampaikan enam rekomendasi kunci, diantaranya:

  • Mahkamah Konstitusi diminta menegaskan bahwa seluruh norma PSN harus tunduk pada prinsip negara hukum dan penghormatan HAM.
  • Norma yang kabur atau membuka peluang penyalahgunaan wewenang sebaiknya dinyatakan inkonstitusional dan ditinjau ulang.
  • Model pembangunan PSN perlu dievaluasi karena bersifat eksklusif dan menimbulkan diskriminasi serta pelanggaran HAM.
  • Pembangunan ekonomi tidak boleh dijadikan pembenaran atas perampasan tanah dan ruang hidup warga.
  • MK diharapkan mengeluarkan putusan yang bersifat korektif sekaligus preventif, dengan memerintahkan pembuat undang-undang memperbaiki regulasi agar sejalan dengan konstitusi, HAM, dan keberlanjutan lingkungan.
BACA JUGA :   Buka KKL Institut Ilmu Al Qur'an Jakarta, Ini Pesan Wali Kota Benyamin

“Mahkamah Konstitusi diharapkan tidak hanya mengoreksi, tapi juga mencegah pelanggaran serupa di masa depan,” tegas Saurlin.


Gugatan Masyarakat Sipil terhadap UU Cipta Kerja

Gugatan terhadap sejumlah ketentuan UU Cipta Kerja diajukan oleh delapan organisasi masyarakat sipil, satu individu, dan 12 korban PSN, termasuk masyarakat adat, petani, nelayan, dan akademisi.

Para pemohon menilai, ketentuan dalam UU tersebut — yang tersebar di berbagai sektor seperti Kehutanan, Penataan Ruang, Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil — telah menimbulkan kerancuan hukum dan membuka celah penyalahgunaan regulasi.

Konsep “kepentingan umum” yang digunakan dalam percepatan PSN disebut terlalu longgar, sehingga melegitimasi pengambilalihan lahan warga tanpa perlindungan hukum memadai. Akibatnya, muncul penggusuran paksa, perampasan ruang hidup, serta hilangnya lahan pertanian produktif tanpa kompensasi yang adil.

Kondisi ini, menurut para pemohon, bertentangan dengan Pasal 28D dan 28H UUD 1945 yang menjamin hak atas kepastian hukum dan hak atas lingkungan hidup yang sehat.*

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses