Oleh: Erman Umar
Advokat | Presiden Kongres Advokat Indonesia (2019–2024) | Ketua Dewan Penasehat KAI (2024–2029) | Koordinator Forum Advokat untuk Keadilan dan Demokrasi (FATKADEM)
Delapan puluh tahun sudah bangsa Indonesia berdiri sebagai negara merdeka. Setiap 17 Agustus, bendera Merah Putih dikibarkan, lagu kebangsaan dikumandangkan, dan rakyat diajak untuk mengenang jasa para pahlawan. Namun, di balik kemeriahan itu, pertanyaan mendasar patut kita renungkan: apakah cita-cita kemerdekaan yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 sudah benar-benar diwujudkan?
Para pendiri bangsa berkorban jiwa dan raga untuk menghadirkan negara yang berdaulat, adil, dan makmur. Negara yang melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut menjaga ketertiban dunia. Namun, delapan dekade setelah proklamasi, wajah Indonesia masih dipenuhi tantangan mendasar.
Hukum: Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas
Keadilan hukum masih menjadi pekerjaan rumah terbesar. Publik kerap dikecewakan oleh praktik penegakan hukum yang diskriminatif: tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat masih terjadi, sementara pelanggaran oleh kelompok berkuasa sering luput dari jerat hukum. Kondisi ini menimbulkan erosi kepercayaan rakyat terhadap institusi hukum.
Profesi advokat pun dituntut berbenah. Sebagai bagian dari penegak hukum, advokat harus menjaga independensi, menolak intervensi, dan mendorong tegaknya peradilan yang bersih serta berwibawa.
Ekonomi: Kesenjangan yang Membelit
Konstitusi mengamanatkan sistem ekonomi yang berlandaskan asas kekeluargaan. Namun kenyataannya, ketimpangan ekonomi masih menganga. Segelintir orang menikmati kekayaan luar biasa, sementara sebagian besar rakyat hidup dalam jerat kemiskinan.
Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tetapi pengelolaan sumber daya alam belum berpihak pada kepentingan publik. Akibatnya, amanat Pasal 34 UUD 1945 tentang pemeliharaan fakir miskin dan anak terlantar pun sulit terlaksana.
Korupsi yang merajalela menjadi akar masalah. Budaya pungli, suap, dan penyalahgunaan jabatan membuat sumber daya bangsa bocor ke kantong-kantong pribadi.
Politik: Kemenangan Rakyat atas Ambang Batas
Reformasi 1998 telah membuka jalan demokrasi, tetapi praktik politik masih menyisakan ketidakadilan. Salah satunya adalah aturan presidential threshold yang membatasi hak partai politik dalam mengajukan calon presiden.
Syukurlah, Mahkamah Konstitusi melalui putusan 62/PUU-XXII/2024 akhirnya membatalkan ambang batas tersebut. Putusan ini menjadi kemenangan penting bagi rakyat, sekaligus menegaskan bahwa demokrasi sejati tidak boleh dibatasi oleh regulasi yang elitis dan pragmatis.
Ke depan, kualitas demokrasi harus dijaga dengan regulasi yang mencegah praktik suap, kecurangan, maupun penyalahgunaan jabatan dalam pemilu. Bahkan, perlu dipikirkan insentif bagi masyarakat yang berani melaporkan praktik politik uang, agar demokrasi tidak sekadar formalitas lima tahunan.
Internasional: Membangun Keadilan Dunia
Indonesia bukan hanya berperan di dalam negeri. Sebagai negara besar dengan penduduk keempat terbanyak di dunia, Indonesia memiliki tanggung jawab moral dalam menciptakan perdamaian global.
Presiden Prabowo telah menunjukkan kepiawaian diplomasi dengan berbagai pemimpin dunia. Harapan rakyat kini bertumpu agar Indonesia konsisten memperjuangkan isu-isu internasional, termasuk dukungan terhadap kemerdekaan Palestina dan reformasi Dewan Keamanan PBB.
Hak veto yang hanya dikuasai lima negara besar telah lama menjadi sumber ketidakadilan global. Reformasi diperlukan agar keputusan dunia tidak lagi ditentukan segelintir negara, melainkan melalui mekanisme voting yang lebih demokratis.
Estafet Kepemimpinan: Amanah untuk Prabowo
Kini, tongkat estafet kepemimpinan ada di tangan Presiden Prabowo Subianto. Harapan rakyat jelas: pemerintahan yang bersih, berintegritas, dan berkomitmen penuh terhadap cita-cita konstitusi.
Prabowo harus membentengi diri dan keluarganya dari korupsi, menegakkan hukum tanpa pandang bulu, serta memastikan pengelolaan kekayaan alam benar-benar untuk rakyat. Kenaikan gaji hakim melalui Keputusan Presiden merupakan langkah awal yang baik, tetapi harus diikuti dengan perbaikan kesejahteraan polisi, jaksa, dan aparat hukum lainnya. Dengan begitu, integritas aparat dapat lebih terjaga.
Menuju 100 Tahun Indonesia Merdeka
Tugas besar bangsa ini belum selesai. Kita masih harus berjuang mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan cerdas.
Delapan puluh tahun adalah usia matang bagi sebuah negara. Namun, tanpa pemerintahan yang bersih, hukum yang tegak, ekonomi yang adil, politik yang sehat, dan diplomasi yang berwibawa, cita-cita konstitusi akan tetap menjadi slogan kosong.
Kita berharap, pada peringatan 1 Abad Kemerdekaan Indonesia tahun 2045, negeri ini benar-benar mampu berdiri sebagai negara hukum yang adil, demokratis, sejahtera, dan dihormati dunia.
Jakarta, 26 Agustus 2025
Penulis adalah Advokat, Ketua Dewan Penasehat KAI 2024–2029, dan Koordinator FATKADEM.