Jakarta, sebagai ibu kota Indonesia, mencerminkan dinamika sosial dan ekonomi yang kompleks. Di balik gemerlapnya, kota ini menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh warganya.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada Maret 2024, persentase penduduk miskin di Jakarta sebesar 4,30%, menurun dari 4,44% pada Maret 2023. Namun, pada September 2024, rasio gini Jakarta tercatat sebesar 0,431, tertinggi di Indonesia, menandakan ketimpangan pengeluaran yang signifikan antara kelompok masyarakat kaya dan miskin.
Di tengah data statistik, terdapat kisah-kisah nyata yang mencerminkan ketidakadilan sosial di Jakarta.
Di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara, banyak warga tinggal di permukiman padat dengan akses terbatas terhadap layanan dasar seperti air bersih dan sanitasi. Mereka menghadapi risiko kesehatan dan keselamatan setiap hari, sementara pembangunan infrastruktur di wilayah lain terus berkembang.
Sebagian besar penduduk miskin di Jakarta bekerja di sektor informal seperti perdagangan kaki lima dan jasa perorangan. Dengan pendapatan yang tidak menentu dan tanpa jaminan sosial, mereka kesulitan memenuhi kebutuhan dasar keluarga, terutama dengan rata-rata anggota rumah tangga sebanyak 4-5 orang.
Anak-anak dari keluarga prasejahtera sering kali menghadapi hambatan dalam mengakses pendidikan berkualitas dan layanan kesehatan. Meskipun pemerintah telah meluncurkan program seperti Kartu Anak Jakarta (KAJ), tantangan dalam implementasi dan distribusi bantuan masih menjadi kendala.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengalokasikan anggaran untuk berbagai program bantuan sosial, termasuk: Rp625 miliar untuk Kartu Lanjut Usia (KLJ), Rp76 miliar untuk Kartu Penyandang Disabilitas Jakarta (KPDJ), Rp100 miliar untuk Kartu Anak Jakarta (KAJ).
Program-program ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kelompok rentan dan mengurangi ketimpangan sosial.
Meskipun terdapat penurunan angka kemiskinan, ketimpangan sosial di Jakarta tetap menjadi tantangan besar. Diperlukan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk menciptakan kota yang inklusif, di mana setiap warga memiliki akses yang setara terhadap peluang dan layanan dasar.
Dengan komitmen bersama, Jakarta dapat menjadi contoh kota yang berhasil mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh warganya.