JAKARTA- Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, M.A. menegaskan perlunya Indonesia mengambil langkah tegas melawan keputusan tidak adil International Olympic Committee (IOC). Ia mendorong Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Erick Thohir untuk mengajukan banding ke Court of Arbitration for Sport (CAS) agar Indonesia tidak dijatuhi sanksi sepihak terkait penolakan visa bagi atlet Israel pada Kejuaraan Dunia Senam beberapa waktu lalu.
Menurut Hidayat, langkah ini penting sebagai bela hak dan marwah Indonesia di forum internasional. “Mengajukan banding atas keputusan IOC yang tidak adil ke CAS perlu dipertimbangkan, sebagai langkah terakhir apabila diplomasi yang sedang dilakukan Kemenpora menemui jalan buntu,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (27/10).
Politikus senior PKS itu menyampaikan dukungannya terhadap upaya diplomasi Menpora Erick Thohir. Namun, ia menegaskan bahwa Indonesia memiliki dasar moral, konstitusional, dan hukum internasional yang kuat dalam menolak kehadiran Israel.
“Konstitusi kita menolak segala bentuk penjajahan, apalagi genosida dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina. Sikap Indonesia berdiri di atas nilai-nilai kemanusiaan dan hukum internasional, bukan sekadar politik,” tegas Hidayat.
Ia mencontohkan bahwa Italia dan Belgia pernah menolak keikutsertaan atlet Israel dengan alasan keamanan publik, namun IOC tidak menjatuhkan sanksi kepada kedua negara tersebut. “Artinya ada standar ganda yang jelas di sini,” ujarnya.
Hidayat juga menyoroti banyaknya putusan dan resolusi PBB serta Mahkamah Internasional (ICJ) yang menyatakan Israel melanggar hukum internasional di Palestina. “ICJ bahkan menyerukan negara anggota PBB, termasuk Indonesia, untuk bertindak menghentikan pelanggaran tersebut. Salah satu bentuknya adalah memboikot Israel,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa sikap Indonesia bukan mencampuradukkan olahraga dengan politik, melainkan mengaitkan olahraga dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan global.
“Dulu IOC pernah melarang Afrika Selatan ikut Olimpiade selama hampir tiga dekade karena apartheid. Sekarang Israel juga menjalankan kebijakan apartheid — diakui Amnesty International, Human Rights Watch, hingga lembaga HAM Israel sendiri. Maka demi sportivitas, seharusnya IOC menjatuhkan sanksi kepada Israel, bukan Indonesia,” tegasnya.
Hidayat juga menyebut bahwa Israel telah melakukan kejahatan terhadap lebih dari 800 atlet Palestina, bahkan Mahkamah Internasional dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah menegaskan adanya tindakan genosida dan kejahatan kemanusiaan oleh Israel. “IOC seharusnya berpihak pada keadilan, bukan tunduk pada politik kekuasaan,” sindirnya.
Terkait langkah hukum, Hidayat mengingatkan bahwa Pasal 61 Olympic Charter membuka peluang membawa keputusan IOC ke CAS. Ia mencontohkan kasus Vitaly Mutko, mantan Menpora Rusia, yang sempat dijatuhi hukuman seumur hidup oleh IOC namun kemudian dibatalkan oleh CAS.
“Dalam banyak kasus, CAS mampu mengoreksi dan membatalkan keputusan IOC yang tidak adil. Dalam kasus Indonesia, posisinya justru lebih kuat,” ujar Hidayat.
Ia mengingatkan bahwa sebelumnya CAS bahkan menolak banding Israel atas penolakan visa kejuaraan senam di Indonesia, artinya CAS tidak menyalahkan sikap Indonesia. “Ironisnya, keputusan yang tidak disalahkan CAS justru dijadikan dasar oleh IOC untuk menghukum Indonesia. Ini sangat tidak masuk akal,” tegasnya.
Hidayat pun menegaskan, apabila diplomasi tidak membuahkan hasil, Menpora harus berani membawa persoalan ini ke CAS. “Menpora perlu berjuang habis-habisan membela hak dan kehormatan Indonesia. Langkah banding ke CAS adalah bentuk nyata sikap melawan ketidakadilan,” pungkasnya.
















