JAKARTA — Dugaan praktik prostitusi terselubung kembali mencuat di wilayah Jakarta Utara. Kali ini, sorotan tertuju pada Comfort Spa & Lounge, sebuah tempat pijat mewah yang beroperasi di Ruko Plaza Kelapa Gading Inkopal, Jl. Putri No.95 Blok B, RT.02 RW.09, Kelurahan Kelapa Gading Barat, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Alih-alih menjadi pusat kebugaran, relaksasi dan hiburan, spa ini diduga menyelipkan layanan seksual secara sistematis dan terstruktur tepat di bawah pengawasan Suku Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Jakarta Utara, yang justru terlihat abai.
Spa yang menyuguhkan fasilitas kelas atas seperti kolam air panas dan dingin, sauna, serta ruang santai itu ternyata menyembunyikan praktik ilegal yang mencoreng citra sektor pariwisata. Berdasarkan investigasi, calon pelanggan dapat dengan mudah mengakses foto-foto wanita berpakaian minim lengkap dengan tarif layanan seksual hanya dengan menghubungi admin lewat WhatsApp.
“Boleh Bawa pengaman yang tipis 003 bawa dari luar? atur aja kalau masalah itu ya,” ujar admin Comfort Spa & Lounge kepada wartawan, Senin (3/11/2025), ketika ditanya soal penggunaan alat kontrasepsi pribadi.
Seorang pelanggan berinisial Rocky (nama samaran) bahkan mengakui pernah menikmati layanan seksual di sana. “Mantap, Bang. Chat aja nomor adminnya, nanti dikasih foto-foto ceweknya, sama tarifnya langsung,” ujarnya, Senin (3/11/2025), di sekitar lokasi spa.
Dugaan kuat praktik prostitusi ini jelas melanggar Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, serta Pergub Nomor 18 Tahun 2018 yang secara eksplisit membatasi kegiatan usaha spa hanya untuk relaksasi dan kesehatan. Namun, yang lebih disorot adalah minimnya respons dan pengawasan dari pihak yang seharusnya bertanggung jawab: Sudin Parekraf Jakarta Utara.
Sejak dugaan mencuat, pihak Comfort Spa & Lounge maupun Sudin Parekraf Jakarta Utara memilih Bungkam. Konfirmasi langsung ke lokasi menemui jalan buntu, sementara Kepala Sudin Parekraf Jakut, Shinta Nindyawati, hingga kini tak merespons permintaan klarifikasi dari wartawan. Padahal, fungsi utama lembaga ini adalah melakukan pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran di sektor usaha pariwisata.
“Fungsi pengawasan Sudin Parekraf Jakarta Utara nyaris tak terlihat. Mereka seolah buta dan tuli terhadap pelanggaran terbuka yang berlangsung di wilayah kerjanya sendiri,” ujar Awy Eziary, S.H., S.E., M.M., Ketua DPD LSM Pemerhati Penegakan Hukum dan Keadilan (PPHK) DKI Jakarta, Senin (3/11/2025).
Menurut Awy, sikap diam yang ditunjukkan oleh aparat Sudin Parekraf justru menguatkan kecurigaan adanya pembiaran, atau lebih jauh lagi, indikasi persekongkolan dengan pelaku usaha ilegal.
“Kami menduga ada pengkondisian. Tidak masuk akal kalau spa semacam ini bisa beroperasi lama tanpa sepengetahuan Sudin. Ini bukan hanya kelalaian, ini kelihatan disengaja,” tegasnya.
Awy pun mendesak Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pejabat wilayah, khususnya Sudin Parekraf Jakut yang dinilai gagal menjalankan fungsi dan pengawasan dasar.
“Gubernur tidak boleh tinggal diam. Pejabat yang tidak produktif harus dicopot. Jakarta tidak boleh dibiarkan menjadi surga bagi bisnis haram hanya karena aparatnya lemah atau kompromistis,” pungkas Awy.
Temuan ini menandai kegagalan sistemik dalam pengawasan dunia usaha hiburan dan spa di Jakarta Utara. Lebih dari sekadar pelanggaran administratif, praktik seperti ini membuka ruang bagi kejahatan lain seperti eksploitasi seksual, perdagangan manusia, dan penyebaran penyakit menular seksual.
Masyarakat berharap penindakan nyata, bukan sekadar razia sesaat tanpa tindak lanjut. Tanpa pembenahan struktural dan sikap tegas dari otoritas seperti Sudin Parekraf, praktik serupa akan terus menjamur dan menjadikan Ibu Kota sebagai ladang subur bagi prostitusi terselubung.
Comfort Spa & Lounge hanyalah contoh permukaan. Yang lebih mengkhawatirkan adalah diamnya lembaga yang seharusnya menjadi garda depan pengawasan.*
















