Fenomena Langka: Bulan Purnama Raksasa Siap Terangi Langit Indonesia pada 5 November 2025

  • Bagikan
Fenomena langit supermoon akan kembali menghiasi langit malam pada Rabu, 5 November mendatang. (Foto: REUTERS/Toby Melville)

JAKARTA — Fenomena langit langka akan kembali memanjakan mata para pencinta astronomi. Rabu, 5 November 2025, Bulan akan tampak jauh lebih besar dan terang dari biasanya dalam peristiwa Supermoon Beaver Moon — purnama yang bertepatan dengan posisi terdekat Bulan terhadap Bumi.

Menurut keterangan resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), fase puncak purnama akan terjadi pada pukul 20.19 WIB. Saat itu, Bulan berada pada jarak sekitar 356.980 kilometer dari Bumi dengan ukuran semi-diameter mencapai 16′ 43,87″.

“Puncak fase purnama akan terjadi pada pukul 20.19 WIB,” tulis BMKG melalui akun resmi @tandawaktubmkg, Senin (3/11).

Fenomena ini dapat disaksikan di seluruh wilayah Indonesia sejak Bulan terbit pada sore hingga malam hari, selama kondisi langit cerah tanpa mendung.

BACA JUGA :   Fishing Tournament Bupati Cup 2024, Pembangunan Ekonomi Melalui Wisata Bahari

Supermoon Terdekat di Tahun Ini

Fenomena langit ini merupakan Supermoon kedua dari tiga Supermoon yang terjadi sepanjang 2025. Tak hanya itu, peristiwa kali ini juga tercatat sebagai purnama dengan jarak terdekat Bumi dan Bulan di tahun ini.

Berdasarkan data BMKG, posisi perigee — saat Bulan berada paling dekat dengan Bumi — akan terjadi pada 6 November 2025 pukul 05.28 WIB, dengan jarak hanya 356.833 kilometer.


Asal-Usul Nama “Beaver Moon”

Nama “Beaver Moon” atau Bulan Berang-berang berasal dari tradisi suku asli Amerika Utara. Pada masa itu, masyarakat biasa memasang perangkap berang-berang menjelang musim dingin, tepat ketika rawa dan sungai mulai membeku.

Selain Beaver Moon, purnama November juga dikenal dengan sebutan Bulan Beku atau Bulan Gelap, karena menandai datangnya malam-malam panjang musim dingin di belahan bumi utara.

BACA JUGA :   Tim Perekrutan KSP3 Nias Bantah Tudingan Cacat Prosedur Yang di Lontarkan Faogomano Harefa

Mengapa Disebut Supermoon?

Bulan tidak mengorbit Bumi dalam lintasan bulat sempurna, melainkan berbentuk elips menyerupai telur. Akibatnya, jarak Bulan dari Bumi selalu berubah — dari titik terdekat (perigee) sekitar 354.000 km, hingga titik terjauh (apogee) sekitar 402.000 km.

Jika fase purnama terjadi ketika Bulan berada di titik perigee atau dalam jarak 90 persen dari titik itu, maka disebut Supermoon.

Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Richard Nolle, seorang astrolog asal Amerika Serikat pada tahun 1979.

Dalam kondisi Supermoon, Bulan dapat tampak hingga 14 persen lebih besar dan 30 persen lebih terang dibanding purnama biasa.


Fenomena Langit yang Layak Ditunggu

Supermoon Beaver Moon ini menjadi momen terbaik bagi masyarakat untuk menikmati keindahan langit malam tanpa bantuan teleskop.

BACA JUGA :   TMMD Kodim Bojonegoro, Paving Bekas Dialih Fungsikan

Waktu terbaik untuk melihatnya adalah mulai pukul 18.30 WIB hingga tengah malam, terutama di lokasi yang minim polusi cahaya seperti pantai, pegunungan, atau area terbuka.

Jika cuaca cerah, masyarakat di seluruh Indonesia bisa menyaksikan keindahan Bulan penuh yang tampak lebih besar, lebih bulat, dan lebih bercahaya — pemandangan langit yang jarang terjadi setiap tahun.*

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses