JAKARTA — Istana akhirnya buka suara terkait dasar hukum yang memperbolehkan warga negara asing (WNA) menduduki posisi pimpinan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyebut kebijakan tersebut memiliki payung hukum yang jelas, yakni diatur dalam Undang-Undang BUMN hasil perubahan keempat yang baru saja disahkan oleh DPR RI melalui rapat paripurna beberapa waktu lalu.
“Ada di UU BUMN,” kata Prasetyo di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (17/10/2025).
Meski tidak menyebutkan pasal spesifik, Prasetyo menjelaskan bahwa aturan ini memberi ruang bagi pemerintah untuk mengangkat figur terbaik, termasuk dari kalangan ekspatriat, guna memperkuat daya saing BUMN di tingkat global.
Kompetensi Jadi Pertimbangan Utama
Prasetyo menegaskan bahwa pemerintah tidak membedakan antara WNI dan WNA dalam hal kompetensi. Selama calon pimpinan memiliki kemampuan dan pengalaman yang relevan, mereka berpeluang untuk dipercaya memimpin BUMN di sektor strategis.
“Kalau WNI mampu, tentu kita dorong. Tapi kalau untuk sementara waktu kita membutuhkan skill dan kompetensi dari seseorang yang kebetulan WNA, why not juga. Kita tidak boleh menutup diri,” ujarnya.
Menurutnya, sejumlah industri seperti mineral, perminyakan, dan penerbangan sangat membutuhkan tenaga ahli dengan pengalaman internasional agar BUMN Indonesia mampu bersaing di pasar global.
“Kita harus membuka diri untuk memacu produktivitas nasional. Bukan berarti tidak percaya pada kemampuan anak bangsa, tapi ini soal kolaborasi dan transfer pengetahuan,” tegasnya.
Prabowo: Standar BUMN Harus Bertaraf Internasional
Kebijakan ini sejalan dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang sebelumnya mengumumkan perubahan regulasi terkait kepemimpinan di BUMN. Dalam Forbes Global CEO Conference 2025 di Jakarta, Rabu (15/10), Prabowo menegaskan bahwa pemerintah kini memungkinkan ekspatriat memimpin BUMN, terutama untuk menerapkan praktik bisnis berstandar global.
“Saya sudah mengubah regulasinya. Sekarang ekspatriat, non-Indonesia, bisa memimpin BUMN kita. Saya sangat bersemangat,” ujar Prabowo di hadapan Chairman dan Editor in Chief Forbes, Steve Forbes.
Selain membuka peluang bagi ekspatriat, Prabowo juga menginstruksikan agar manajemen BPI Danantara — holding BUMN investasi — menjalankan bisnis dengan efisiensi tinggi dan tata kelola internasional. Ia bahkan telah memerintahkan rasionalisasi jumlah perusahaan BUMN, dari sekitar 1.000 menjadi hanya 200–240 perusahaan yang benar-benar produktif.
Garuda Indonesia dan Klarifikasi Istana
Terkait spekulasi publik bahwa langkah membuka peluang bagi ekspatriat dilakukan karena sejumlah BUMN, termasuk Garuda Indonesia, mengalami kerugian, Prasetyo menepis anggapan tersebut.
“Tidak benar jika dikatakan masuknya ekspatriat karena Garuda merugi. Saat ini pemerintah tengah memperkuat Garuda melalui intervensi keuangan yang dilakukan oleh Danantara serta penambahan modal,” jelasnya.
Menurutnya, penempatan tenaga profesional asing di BUMN tertentu adalah bagian dari strategi restrukturisasi dan penguatan kinerja, bukan tanda ketidakmampuan manajemen lokal.
“Kalaupun ada perubahan struktur, itu bagian dari upaya memperkuat. Tujuannya agar BUMN kita mampu bersaing dan berkembang secara berkelanjutan,” tambah Prasetyo.
Kebijakan Terbuka, Tantangan Baru
Langkah pemerintah membuka peluang bagi ekspatriat di jajaran pimpinan BUMN menuai beragam respons. Sebagian kalangan menilai kebijakan ini dapat mempercepat transfer teknologi dan manajemen modern, namun ada pula yang mengingatkan agar tetap memprioritaskan kader bangsa sendiri.
Terlepas dari pro dan kontra, kebijakan ini menandai babak baru dalam pengelolaan BUMN Indonesia — dengan orientasi global namun tetap berakar pada kepentingan nasional.*