JAKARTA – Sebuah menara telekomunikasi Base Transceiver Station (BTS) setinggi sekitar 32 meter berdiri mencolok di Jalan Outer Ring Road, RT 005/RW 002, Kelurahan Duri Kosambi, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat. Namun alih-alih membawa manfaat layanan telekomunikasi, keberadaannya justru memicu keresahan warga. Menara tersebut diduga kuat dibangun tanpa dokumen perizinan dan melanggar aturan tata ruang serta keselamatan konstruksi.
Menara telekomunikasi jenis monopole itu disebut tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) sebagaimana diwajibkan dalam regulasi pembangunan infrastruktur di Provinsi DKI Jakarta. Selain itu, keberadaannya dinilai tidak memenuhi standar teknis keselamatan, terutama karena berada di area padat lalu lintas yang rawan angin kencang pada musim hujan.
Proses pembangunan menara itu juga memunculkan tanda tanya besar. Warga mengaku tidak pernah menerima sosialisasi maupun pemberitahuan pembangunan dari pihak penyelenggara.
“Kalau ngerjain malam hari, antara jam 12 malam sampai pagi. Kami warga di sini nggak tahu kapan dibangunnya. Tahu-tahu sudah ada di situ,” ujar Santo, karyawan mebel yang beraktivitas tak jauh dari lokasi menara, Senin (1/12/2025).
Santo menggambarkan pembangunan itu berjalan layaknya ‘siluman’. “Pokoknya pagi-pagi menara itu sudah berdiri. Nggak tahu kapan pasang bahan bangunan dan pondasinya,” tambahnya.
Menanggapi temuan tersebut, akademisi dan pengamat kebijakan publik, Awy Eziary, S.H., S.E., M.M., menilai pembangunan menara itu merupakan indikasi lemahnya pengawasan regulasi di tingkat daerah.
“Jika tower BTS ini benar tidak memiliki izin, maka jelas terjadi pelanggaran hukum. Selain merusak tata kelola pembangunan, ini juga membahayakan keselamatan warga sekitar,” tegas Awy.
Menurutnya, pemerintah daerah, terutama Satpol PP dan instansi teknis terkait wajib melakukan pemeriksaan dan penindakan secepatnya.
“Penundaan tindakan hanya akan memperburuk situasi dan meningkatkan risiko bagi masyarakat. Pemerintah tidak boleh membiarkan preseden bahwa pembangunan ilegal dapat berdiri tanpa sanksi,” lanjutnya.
Awy mendesak agar menara tersebut segera diberi tindakan administratif berupa penyegelan, hingga status legalitas dan kelayakan teknisnya jelas.
“Jika terbukti ilegal, harus dibongkar. Pemerintah harus tegas agar tidak ada celah dalam penegakan hukum. Ini penting untuk mencegah kasus serupa terus berulang,” tutupnya.
Kasus ini kini menjadi sorotan warga dan pemerhati tata ruang Jakarta. Mereka berharap pemerintah turun tangan sebelum keberadaan menara telekomunikasi itu menimbulkan dampak fatal baik secara fisik maupun hukum.
Hingga berita ini diturunkan, pihak terkait, termasuk pemilik menara serta pemerintah wilayah setempat, belum memberikan pernyataan resmi.*















