Diduga Ada Keterlibatan Mafia Dibalik Hilangnya Tanah Bengkok Desa Cianting Utara Sukatani Purwakarta

  • Bagikan

PURWAKARTA – Aset Desa tanah bengkok milik Desa Cianting Utara tak jelas keberadaannya, itulah kenyataan yang terjadi, dari hasil Investisigasi penelusuran DimensiNews.co.id di lapangan ditemukan adanya beberapa kejanggalan

Diantaranya, beberapa nara sumber yang ditemui Wartawan DimensiNews.co.id mengatakan, bahwa tanah bengkok Desa Cianting Utara telah di tukar (Ruilslag) dengan tanah milik Yayasan Asabri, akan tetapi surat – surat dan dokumentasi Ruilslag nya tidak ada

Kemudian jumlah luas tanah Bengkok aset Desa Cianting Utara yang dilaporkan kepada Dinas Pemerintahan Desa (DPMD) Kab.Purwakarta luasnya kurang lebih 3.300 Meter, sedangkan yang tertulis dan tercatat dalam dokumen buku fail di Desa luasnya hanya 2.026 Meter Persegi

Yang lebih mengherankan dan membuat tercengang, Kepala Desa sekarang dan perangkat Desa Cianting Utara, tidak mengetahui sama sekali dimana posisi, letak tanah Bengkok hasil Ruilslag dengan Yayasan Asabri, hanya saja mereka menyabut dua nama IS mantan Sekdes dan EH yang menjabat Bamusdes sekarang sangat mengetahui banyak tentang tanah Bengkok Desa Cianting Utara

BACA JUGA :   HUT Bhayangkara Ke 73 TNI - Polri di Jakarta Barat Olahraga Bersama

Dengan adanya kejanggalan – kejanggalan yang ditemukan, sehingga ada dugaan tanah Bengkok Desa Cianting Utara sudah berpindah tangan secara ilegal, untuk itu kepada Instansi terkait, Penegak hukum yang berwenang agar segera bertindak, melakukan penyelidikan, karena kemungkinan telah terjadi dugaan penggelapan tanah Bengkok sebagai aset Desa, yang melibatkan mafia tanah

Menanggapi persoalan ini ketika dimintai pendapatnya oleh wartawan DimensiNews.co.id, Kamis (23/1/2025) Pengamat kebijakan Publik Agus M Yasin berkomentar,

” Tanah bengkok pada umumnya merupakan tanah milik Desa, yang digunakan sebagai sumber pendapatan Kepala Desa atau perangkat Desa sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia,

Tanah bengkok tidak boleh dipindah tangankan atau diperjual belikan kepada pihak lain, atau dialih fungsikan secara sepihak, sebagai mana diatur oleh undang-undang atau peraturan yang berlaku, jika ditemukan pelanggaran, pihak yang terlibat dapat dikenakan sanksi administratif atau pidana,

BACA JUGA :   Bupati Bungo Pimpin Rakor Forum Forkompimda Se Kabupaten Bungo, Guna Percepatan Vaksinasi

Pemindahan hak atas tanah bengkok biasanya memerlukan persetujuan dari Pemerintah Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa (Bamusdes) serta pihak terkait lainnya yang melibatkan Pemerintah Daerah

Ruilslag tanah bengkok dengan pihak ketiga dapat diperbolehkan, namun harus mematuhi ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, tukar – menukar (Ruilslag) hanya dapat dilakukan dengan alasan yang jelas dan melalui prosedur yang sah, sesuai Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa,

Proses Ruilslag harus didokumentasikan secara lengkap, termasuk berita acara, sertifikat tanah pengganti, dan perjanjian tertulis yang sah, serta tanah atau aset pengganti harus memiliki nilai dan manfaat yang setara atau mempunyai nilai lebih untuk kepentingan Desa.

Ruilslag tidak boleh dilakukan jika merugikan Desa, apa lagi melibatkan kepentingan pribadi, itu jelas melanggar hukum, dan jika proses Ruilslag dilakukan tanpa mengikuti prosedur, itu bisa dianggap sebagai pelanggaran hukum yang berpotensi pidana,

BACA JUGA :   Wagub Jatim, Kunjungi Lokasi Dan Buka TMMD 110 Di Tambakrejo Bojonegoro

Bisa di jerat dan dapat didakwa sebagai tindak pidana korupsi. Sebagaimana ketentuan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu pemindahan barang milik Negara/Daerah (termasuk aset desa) yang dialihkan tanpa prosedur sah dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum, dan pelakunya dapat dimintai pertanggungjawaban administratif atau pidana sesuai ketentuan Pasal 49 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Intinya, pemindahan aset Desa tanpa izin itu termasuk pelanggaran hukum dan dapat dijerat dengan sanksi pidana korupsi, serta berdampak pada penghentian jabatan, atau penggantian kerugian terhadap Desa, oleh karena itu, pengelolaan aset Desa harus dilakukan secara Transparan, Akuntabel, dan sesuai Prosedur, Pungkas Agus M Yasin.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Verified by MonsterInsights