Pengaruh Konsep Berketuhanan Terhadap Perilaku Seseorang

  • Bagikan

JAKARTA – Ada dua pandangan tentang Tuhan, yakni Tuhan yang Maha Kasih dan Tuhan yang Menghukum. Orang yang meyakini Tuhan Maha Pengasih, apapun agama formalnya, ternyata lebih cenderung berperilaku baik (tidak menipu) dibandingkan mereka yang lebih meyakini Tuhan Maha Penghukum.

Hal itu diungkapkan Denny JA, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia, SATUPENA, dalam Webinar di Jakarta, Kamis malam (28/4). Webinar ini bertopik “Ramadan dan Cara Kita Beragama.” Pemandu diskusi adalah Amelia Fitriani dan Elza Peldi Taher.

Denny mengutip hasil penelitian di “The International Journal for the Psychology of Religion” (Vol. 21, 2011, Issue 2). Penelitian itu ingin melihat pengaruh konsep tentang Tuhan terhadap moralitas. Karena moralitas itu terlalu luas, maka dikonkretkan ke perilaku menipu (cheating).

BACA JUGA :   Gerebek Oplosan Gas Kodim 0506/TGR Amankan Tujuh Orang Pelaku Dan Ribuan Tabung Gas

Mengutip penelitian Pew Research Center atau PRC (2019), Denny juga mengatakan, ada kecenderungan semakin makmur suatu negara, semakin banyak warganya yang berpendapat, bahwa kepercayaan terhadap Tuhan tidak penting untuk bisa hidup bermoral dan berkelakuan baik.

PRC melakukan survei di 34 negara, dengan 38.426 orang yang disurvei. Ada variabel pendidikan. Semakin terdidik seseorang, dia cenderung semakin tidak menganggap penting kepercayaan pada Tuhan, sebagai hal yang mempengaruhi hidup bermoral dan perilaku baik.

Selain itu juga ada variabel ideologi. “Semakin liberal seseorang, maka dia semakin tidak menganggap perlu kepercayaan kepada Tuhan sebagai hal yang berpengaruh pada hidup yang bermoral dan perilaku yang baik,” sambung Denny.

BACA JUGA :   Bupati Batu Bara Gelar Shalat Idul Adha Dengan Penerapan Protokol Kesehatan 

Menurut data PRC, di negara seperti Kenya, Nigeria dan Indonesia, 93-95 persen warganya berpendapat, kepercayaan pada Tuhan itu penting bagi hidup bermoral dan berkelakuan baik. Tetapi di Korea Selatan, angkanya cuma 53 persen. Di Swedia bahkan lebih rendah lagi, cuma 22 persen.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses