Belanja Perjalanan Dinas DPRD Purwakarta Disorot, Rp468 Juta Tanpa Bukti Pertanggungjawaban

  • Bagikan
Kantor DPRD Kabupaten Purwakarta.

PURWAKARTA – Publik kembali dibuat terkejut dengan temuan penyimpangan anggaran di lingkungan Sekretariat DPRD Purwakarta. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Tahun 2024, tercatat belanja perjalanan dinas senilai Rp468.605.867 tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang memadai.

Dalam laporan tersebut, BPK merinci sejumlah temuan yang dinilai mencengangkan. Di antaranya:

  • Fasangwas – Fasilitas dan Konsultasi: Rp388.253.399 tanpa satu pun bukti pertanggungjawaban.
  • Fasangwas – Fasilitasi Tugas Pimpinan DPRD: Rp37.569.118 dicairkan dua kali untuk kegiatan yang sama.
  • Bagian Umum Setwan: Rp41.857.359 tanpa bukti pertanggungjawaban, ditambah Rp926.000 dicairkan ganda.

Praktik ini, menurut BPK, menunjukkan lemahnya tata kelola anggaran. Dana perjalanan dinas terindikasi dikelola secara tidak transparan, bahkan seolah-olah digunakan seperti dana pribadi tanpa jejak akuntabilitas.

BACA JUGA :   Menginspirasi, Jenderal Dudung Lulus Gelar Doktor dengan Cumlaude di Trisakti

Pengamat kebijakan publik Agus M. Yasin menilai, secara struktural Sekretaris DPRD selaku pengguna anggaran (PA) tidak dapat menghindar dari tanggung jawab.

“Di bawahnya, PPK dan bendahara wajib bertanggung jawab atas pencairan dan kelengkapan bukti. Namun, jika terbukti pimpinan maupun anggota DPRD ikut menikmati perjalanan dinas tanpa pertanggungjawaban, maka tanggung jawab moral dan hukum juga melekat pada mereka,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (19/9/2025).

Agus menegaskan, konsekuensi dari temuan BPK tidak ringan. Selain pengembalian kerugian ke kas daerah, jika terbukti ada unsur kesengajaan maka kasus ini dapat menyeret pihak-pihak terkait ke ranah pidana tindak pidana korupsi (tipikor).

“Publik bertanya-tanya, apakah ini sekadar kelalaian administratif atau permainan terstruktur yang sengaja dibiarkan?” katanya.

BACA JUGA :   TNI AL Gelar Vaksinasi di Empat Wilayah Bogor Secara Serentak

Menurutnya, fakta ini menunjukkan APBD kerap hanya menjadi angka-angka optimistis di atas kertas, sementara praktik di lapangan justru merugikan rakyat. Temuan LHP BPK ini disebut sebagai indikasi serius lemahnya tata kelola keuangan daerah.

“Pertanggungjawaban bukan sekadar soal administrasi, tetapi menyangkut integritas lembaga legislatif sebagai representasi rakyat. Publik menuntut ketegasan aparat penegak hukum, apakah berani menindaklanjuti temuan resmi BPK atau sekadar membiarkan kasus ini menguap dengan dalih pengembalian kerugian negara. Kita tinggal menunggu drama yang akan dipertontonkan Inspektorat maupun APH,” pungkas Agus.*(AsBud)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses