JAKARTA – Sebuah tempat pijat bernama Lucky Massage, yang berlokasi di Komplek Ruko Telukmas, Jl. Teluk Gong Raya No. 20, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, kini tengah menjadi sorotan. Temuan terbaru mengindikasikan bahwa tempat ini diduga terlibat dalam praktik prostitusi terselubung, yang beroperasi melalui platform media sosial.
Dalam hasil investigasi yang diperoleh, Lucky Massage ternyata dapat dengan mudah diakses melalui akun media sosial TikTok dan Instagram, yang berfungsi sebagai pintu masuk bagi calon pelanggan untuk bertransaksi. Setelah menghubungi pihak penyedia layanan lewat DM atau komentar, calon pelanggan akan diarahkan ke nomor WhatsApp, di mana mereka bisa melihat foto-foto wanita yang menawarkan layanan, lengkap dengan daftar harga yang bervariasi.
“Gampang bang, kita WA langsung dibalas dan dikirimi foto-foto cewek berikut harga tarifnya,” ujar David (bukan nama sebenarnya), yang dihubungi oleh tim investigasi di sekitar lokasi, Kamis (10/7).
Penyalahgunaan media sosial untuk kegiatan semacam ini bukanlah hal baru, namun yang mengkhawatirkan adalah lemahnya pengawasan dari instansi terkait. Awy Eziary, S.H., S.E., M.M., Ketua DPD LSM Pemerhati Penegakan Hukum dan Keadilan (PPHK) DKI Jakarta, mengungkapkan kekesalannya terhadap ketidakberdayaan Sudin Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Jakarta Utara yang dinilai tidak memberikan perhatian serius terhadap fenomena ini.
“Fungsi pengawasan Sudin Parekraf Jakarta Utara nyaris tak terlihat. Mereka seolah buta dan tuli terhadap pelanggaran terbuka yang berlangsung di wilayah kerjanya sendiri,” kata Awy, Jumat (11/7).
Menurutnya, pengawasan yang lemah ini membiarkan praktik ilegal semacam ini berkembang tanpa ada tindak lanjut yang memadai.
Awy pun menegaskan bahwa sudah saatnya Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, mengambil langkah tegas. “Gubernur tidak boleh tinggal diam. Pejabat yang tidak produktif harus dicopot. Jakarta tidak boleh dibiarkan menjadi surga bagi bisnis haram hanya karena aparatnya lemah atau kompromistis,” tambahnya dengan lantang.
Praktik prostitusi terselubung seperti yang diduga terjadi di Lucky Massage bukan sekadar pelanggaran administratif. Lebih dari itu, keberadaannya membuka pintu bagi kejahatan-kejahatan lain yang jauh lebih serius, seperti eksploitasi seksual, perdagangan manusia, dan penyebaran penyakit menular seksual.
Masyarakat pun mulai kehilangan harapan terhadap aparat penegak hukum dan instansi terkait yang seharusnya berfungsi sebagai pengawal ketertiban. “Kami butuh penindakan nyata, bukan sekadar razia sesaat yang tidak pernah berlanjut,” ujar salah seorang warga sekitar yang tidak ingin disebutkan namanya.
Kasus ini menandai kegagalan sistemik dalam pengawasan industri hiburan dan spa di Jakarta Utara, yang semakin menunjukkan adanya celah besar dalam pengawasan dan penegakan hukum. Tak hanya soal tempat pijat ilegal, keberadaan praktik-praktik seperti ini memperlihatkan adanya ketidakmampuan lembaga pengawasan untuk mengantisipasi dan menanggulangi ancaman yang berkembang pesat.
Masyarakat berharap agar instansi terkait tidak hanya mengandalkan operasi razia yang terkesan setengah hati. Tanpa adanya pembenahan struktural yang jelas dan tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang terlibat, maka praktik serupa akan terus berkembang. Jakarta akan semakin menjadi lahan subur bagi prostitusi terselubung yang dilindungi oleh lemahnya pengawasan aparat.
Lucky Massage hanyalah puncak dari gunung es. Yang lebih mengkhawatirkan adalah diamnya lembaga yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam mengawasi dan menegakkan hukum di lapangan. Sebagai ibu kota negara, Jakarta seharusnya memberikan contoh yang tegas dalam menanggulangi praktik ilegal dan tidak bermoral seperti ini.
Tugas besar kini ada di tangan para pengambil kebijakan, apakah mereka akan membiarkan Jakarta terus tenggelam dalam bisnis haram, ataukah mereka akan menuntaskan masalah ini dengan langkah-langkah konkret yang bisa memberi efek jera dan menciptakan kota yang lebih bersih dan aman bagi warganya.*