PURWAKARTA – Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Purwakarta Tahun Anggaran 2024 mengungkap temuan serius: realisasi belanja Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) di Dinas Pendidikan melampaui pagu anggaran yang telah ditetapkan.
Kelebihan realisasi ini dinilai sebagai bentuk kelemahan mendasar dalam pengelolaan keuangan daerah, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan.
Potensi Kerugian Negara
Sekretaris Komunitas Pendamping dan Pengayom Pendidikan (KP3), Agus M. Yasin, menegaskan bahwa temuan BPK tersebut tidak bisa dianggap sepele. Menurutnya, kelebihan realisasi anggaran tergolong belanja tidak sah sehingga wajib dikoreksi, bahkan dikembalikan ke kas daerah.
“Jika menimbulkan kerugian, konsekuensinya mengarah pada Tuntutan Ganti Rugi (TGR) terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab. Persoalan ini bukan sekadar kesalahan administrasi, tapi bisa masuk ranah hukum, karena berpotensi menimbulkan kerugian keuangan daerah,” ujar Agus saat ditemui di Sekretariat KP3, Jalan Ibrahim Singadilaga, Nagri Kaler, Purwakarta, Selasa (2/9/2025).
Agus juga menekankan bahwa praktik ini berpotensi dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi jika terbukti adanya perbuatan melawan hukum.
Ancaman Sanksi Pusat
Selain TGR, penyimpangan penggunaan Dana BOS dan BOSP juga berisiko mendapat sanksi dari pemerintah pusat berupa penundaan atau pemotongan alokasi BOS di tahun berikutnya.
“Bukan hanya kepala sekolah selaku Kuasa Pengguna Anggaran, tetapi bendahara BOS, pejabat Dinas Pendidikan, hingga BPKAD juga dapat terseret tanggung jawab karena lemahnya pengendalian dan pengawasan,” tegas Agus.
Tuntutan Transparansi
Menurut Agus, temuan BPK ini menunjukkan transparansi dan akuntabilitas sektor pendidikan di Purwakarta masih bermasalah. Ia menilai masyarakat berhak mengetahui secara jelas penggunaan dana BOS dan BOSP yang seharusnya difokuskan untuk kepentingan pendidikan anak-anak.
“Belanja BOS dan BOSP bukan ruang abu-abu. Setiap rupiah harus jelas, sah, dan bisa dipertanggungjawabkan. Jika ada pelanggaran, harus ada yang dimintai pertanggungjawaban—baik kepala sekolah, bendahara BOS/BOSP, pejabat Dinas Pendidikan, maupun BPKAD,” pungkasnya.
Agus mendesak agar aparat pengawas internal maupun aparat penegak hukum segera menindaklanjuti temuan BPK tersebut demi menjaga kredibilitas pengelolaan dana pendidikan di Kabupaten Purwakarta.*(AsBud)

 
									














